Translate

Friday, February 13, 2015

ALIRAN FILSAFAT “POSITIVISME“ DLM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dunia pendidikan di Indonesia lebih memandang ilmu pengetahuan berbasis sains (yang dapat dibuktikan kebenarannya) lebih unggul jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial. Nyatanya ilmu pengetahuan sosial menjadi ilmu pengetahuan yang dinomor duakan bahkan sering dipandang sebelah mata. Orang lebih percaya diri apabila mereka berada pada jurusan sains dan sebaliknya mereka akan merasa menjadi kasta kedua jika tidak berada pada jurusan sains. Pendidikan kita selama ini memang telah melahirkan alumnus yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan formal yang diikutinya. Namun, pendidikan yang ada di Indonesia belum berhasil menanamkan nilai-nilai kebajikan.
Makalah ini kami susun berdasarkan tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan dan Pembelajaran, dengan sub bahasan aliran filsafat Positivisme”. Makalah ini menitikberatkan pada pemikiran-pemikiran para filosof aliran positivisme.

B.     Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui para tokoh-tokoh filsafat positivisme beserta pemikiran-pemikirannya. Selain itu agar pembaca mengetahui seperti apakah implikasi dari filsafat positivisme di dunia pendidikan.

C.    Rumusan Masalah
  1. Apakah filsafat positivisme itu?
  2. Bagaimanakah tahapan-tahapan dalam filsafat positivisme ?
  3. Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam filsafat positivisme ?
  4. Bagaimana pemikiran-pemikiran para filosof positivisme ?
  5. Bagaimana implikasi aliran filsafat positivisme di dunia pendidikan ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Positivisme
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19 yang digagas pertama kali oleh Auguste Comte (1798 – 1857). Aliran filsafat ini merupakan kelanjutan dari empirisme.  Hanya saja, pada empirisme menerima pengalaman batiniyah, sedangkan pada positivisme membatasi pada pengalaman objektif saja.
Menurut filsafat ini pengetahuan merupakan pernyataan atas fakta atau keyakinan yang dapat diuji secara empirik. Kata Positivisme merupakan turunan dari kata positive. John M. Echols mengartikan positive dengan beberapa kata yaitu positif (lawan dari negatif), tegas, pasti, meyankinkan. Dalam filsafat, positivisme berarti suatu aliran filsafat yang berpangkal pada sesuatu yang pasti, faktual, nyata, dari apa yang diketahui dan berdasarkan data empiris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, positivisme berarti  aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan  ilmu yang pasti. Sesuatu yang maya dan tidak jelas dikesampingkan, sehingga aliran ini menolak sesuatu seperti metafisik dan ilmu ghaib serta tidak mengenal adanya spekulasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aliran Filsafat Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal dari fakta yang positif, pasti, faktual, nyata berdasarkan data empiris dan menolak metafisik serta ilmu ghaib.
B.     Tahapan-tahapan Dalam Aliran Filsafat Positivisme
Menurut Auguste Comte, aliran Filsafat Positivisme berkembang melalui 3 tahapan, yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif.
  1. Tahap Teologis
Tahap dimana manusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa sang pencipta yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.
Tahap Teologis ini dibagi menjadi 3 periode :
a.       Periode pertama di mana benda-benda dianggap berjiwa (Animisme)
b.      Periode kedua di mana manusia percaya pada dewa-dewa (Politeisme)
c.       Periode ketiga manusia percaya pada satu  Tuhan sebagai Yang Maha Kuasa (Monoteisme).
  1. Tahap Metafisis
Hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi. Pada tahap ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang terjadi bersifat adikodrasi, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak yang diintrogasikan dengan alam.
  1. Tahap Ilmiah/Positif
Yaitu ketika orang tidaklagi berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak baik teologis maupun  metafisis. Sekarang orang berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang diperolehi dari pengamatan dan akalnya.

Urutan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga suatu ilmu selalu mengandalkan ilmu yang mendahuluinya. Dengan demikian Comte menempatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan sebagai berikut : ilmu pasti, astronomi, fisika, bioligi, dan sosiologi.
Auguste Comte berkayakinan bahwa pengetahuan manusia melewati tiga tahapan sejarah, yaitu:
1.      Tahapan Pertama, Tahapan Agama dan Ketuhanan
Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan.
2.      Tahapan Kedua adalah Tahapan Filsafat
Menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiolen, esensi dan akstensi.
3.      Tahapan Ketiga adalah Tahapan Positivisme
Menolak bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam mengupas fenomena-fenomena.

C.    Tokoh-tokoh Filsafat Positivisme Beserta Pemikirannya
  1. Auguste Comte ( 1798 – 1857 )
Auguste Comte lahir di Hontpeller, Perancis. Ia merupakan tokoh pertama yang memunculkan aliran positivisme. Sebuah karya pentingnya yaituCours de Philisophia Positivie “ (Kursur tentang filsafat positif). Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoieh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan experiment. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat experiment-experiment yang memerlukan ukuran yang jelas. Misalnya kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas. Karena panas memerlukan ukuran yang teliti. Panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat dengan kiloan, dan sebagainya.
  1. H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
  1. John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.
  1. Emile Durkheim ( 1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.
  1. Charles D. Hardie
Ia mendasarkan teori positivisme pada dunia pendidikan. Dalam bukunya Truth and fallacy in education theory” kebenaran dan kesalahan dalam teori pendidikan menyatakan bahwa tidak ada yang bermakna tentang pendidikan jika pernyataannya secara empiris tidak bisa diverifikasi secara benar. Para ahli  aliran positivisme berpendapat bahwa pernyataan etika hanyalah merupakan ungkapan perasaan seseorang.
  1. D.J.O” Connor
Menurut teori D.J.O’Connor aliran positivisme adalah merupakan aliran yang sadar, bisa dijelaskan  dalam  sebuah  formulasi  verifikasi  teori  makna  yang  bermutu  yang  merupakan serangan lanjutan terhadap metafisika, sebuah penolakan terhadap teori kognitivisme.
           
D.    Implikasi Filsafat Positivisme di Dunia Pendidikan
Para ilmuwan dalam bidang eksakta (kimia, fisika, biologi dan sebagainya) cenderung menggunakan posisi ontologi, yang memandang dunia secara obyektif. Sehingga epistimologi untuk memperoleh kebenaran adalah menggunakan metode obyektif dengan hasil yang dapat digeneralisasikan. Sedangkan para ilmuwan di bidang non-eksakta (Pendidikan agama, kewarganegaraan, ilmu pengetahuan sosial, dan sebagainya) mengikuti pemikiran para ilmuwan bidang eksakta. Hal ini dikarenakan pendapat para ilmuwan eksakta telah mengakar dan sangat popular.


Hal yang seperti itulah yang pada akhirnya membawa implikasi yang kurang baik terhadap pendidikan di Indonesia. Aliran positivisme telah menjadikan ilmu pengetahuan lain seperti ilmu pengetahuan sosial menjadi ilmu pengetahuan yang dinomor duakan bahkan sering dipandang sebelah mata. Sekarang dapat kita lihat, institusi pendidikan pun melakukan hal yang sama. Seorang siswa akan bebas memilih jurusan apapun di perguruan tinggi apabila ia berlatar  belakang  pendidikan sains, sebaliknya bagi mereka yang berlatar belakang ilmu-ilmu sosial tidak dapat memilih jurusan diluar latar belakang keilmuannya. Para ilmuwan sosial yang peduli, seyogyanya berbeda dengan mereka yang ada dalam posisi logical positivism, yaitu dengan mengambil posisi ontologi hermeneutik (hermeneutics) atau fenomenologi (phenomenology) dengan titik tolak bahwa dunia itu bersifat subyektif, dan karena itu diperlukan usaha epistemology dengan menafsirkan dunia yang subyektif tersebut.
Menurut penganut aliran ini, dunia tidak terorganisasikan secara obyektif sesuai dengan prakonsepsi sebagian orang. Jika dikaitkan dengan pendidikan maka salah satu tujuan pendidikan bangsa Indonesia yaitu membentuk manusia seutuhnya, dan yang dimaksud dengan manusia yang utuh adalah tidak hanya cerdas dari segi kognitif saja melainkan juga cerdas secara emosi dan cerdas spiritual. Manusia yang diharapkan dalam sistem pendidikan Indonesia ialah yang mampu berolah pikir, berolah raga, dan berolah rasa. Jika dikaji lebih lanjut aliran Filsafat Positivisme mengarahkan agar pendidikan ini berkembang menuju kepada hal yang baik, baik dari segi intelektual dan memiliki daya analisis dari sesuatu. Contoh ketika dalam sebuah materi pelajaran menjelaskan terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk berpikir kenapa hujan itu terjadi?. Siswa mampu mengembangkan pikirannya, mereka sampai pada pemikiran pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi, sehingga dari hal ini akan mewujudkan generasi kritis-kreatif.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada hakikatnya Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal dari fakta yang positif, menekankan hal-hal yang berfokus kepada data yang empiris dan menolak metafisik serta ilmu ghaib. Suatu ilmu harus disesuaikan dengan fakta yang sebenar-benarnya terjadi dalam kehidupan.
Menurut Comte, sekarang ini sudah masanya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang positif. Adapun budi itu mengalami tiga tingkatan yang dijadikan tahap dalam aliran positivisme. Tingkatan pertama adalah tingkatan teologi, yang menerangkan segala sesuatu dengan pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat; tingkatan kedua adalah tingkatan metafisika, yang hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi; tingkatan ketiga adalah tingkatan positif, yang hanya memperhatikan yang sungguh-sungguh serta sebab yang sudah ditentukan.
Tokoh-tokoh dalam aliran positivisme antara lain adalah Auguste Comte (1978-1857), menurutnya indera itu penting untuk memperoleh pengetahuan, pengetahuan harus diperkuat dengan percobaan (bukti nyata); H.Taine (1828 – 1893), yang mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik dan kesastraan; John Stuart Mill (1806 – 1873), seorang filosof  Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan; Emile Durkheim (1858 – 1917), yang mengaggap positivisme sebagai asas sosiologi; Charles D. Hardie menggunakan teori positivisme dikaitkan dengan dunia pendidikan; D.J.O ‘Connor ia berpendapat bahwa aliran positivisme merupakan sebuah penolakan terhadap teori kognitivisme.
Filsafat Positivisme mengarahkan agar pendidikan ini berkembang menuju kepada hal yang baik dari segi intelektual dan daya analisis. Namun kenyataannya di Indonesia aliran ini memberi dampak yang kurang baik terhadap pelabelan di masyarakat. Di Indonesia ilmu pengetahuan sosial dinomor duakan bahkan dipandang sebelah mata, orang lebih percaya diri apabila mereka berada pada jurusan sains. Pendidikan yang ada di Indonesia belum berhasil menanamkan nilai-nilai kebajikan.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Asmoro. Cet. IV 2001. Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia
Bagus, Lorens. 1991. Metafisika. Jakarta: Gramedia

Bertens, K. 1973. Sejarah Filsafat Yunani. Jakarta: Kanisius
B.R. Hergenhahn & Mattew H. Olson. 2008. Theories of Learning, (Seventh Edition). Hamline University.

Suparlan Suharsono. 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Wibisono, Koento. Cet. II 1996. Arti Perkembangan menurut Positivisme Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
“Fenomenologi, Hermeneutika dan Positivisme” dalam  http://veggy.wetpaint. com/page/Fenomenologi,+Hermeneutika+dan+Positivisme (diakses, 01 Maret 2013)



No comments:

Post a Comment